Bansos Bertuliskan ‘Wapres Gibran’, Pengamat: Harusnya Belajar Etika dari Anies Baswedan


BeritakanID.com - Beredar viral di media sosial dan pesan berantai WhatsApp foto bantuan sosial (bansos) bertuliskan Bantuan Wapres Gibran. Warganet pun ramai-ramai membandingkan dengan bansos Pemprov DKI Jakarta saat Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur.

“Jadi ingat video Anies Baswedan yang memberikan bansos lalu bilang, ‘Ini bantuan dari warga Jakarta, saya cuma menyalurkan.’ Selain itu, Anies juga tidak pernah self-claimed itu bantuan dari beliau, tetapi mengatasnamakan Pemprov DKI. Kenapa sih yang lain tidak bisa seperti Anies? Bansos itu dari pajak kita juga, kan?” tulis akun @daph di platform X.

Senada dengan itu, Naufal Firman Yursak menulis, “Zaman Mas Anies jadi Gubernur, bansos tidak pernah disebut bantuan gubernur atau bantuan Anies, tapi bantuan Pemprov DKI Jakarta.”

Pengamat politik, Assoc. Prof. Dr. Khamim Zarkasih Putro, M.Si., menilai bahwa ada perbedaan signifikan antara Gibran dan Anies dalam distribusi bantuan sosial.

“Kalau di era Anies saat menjadi Gubernur, pembagian bansos benar-benar murni untuk membantu mereka yang membutuhkan. Bantuan tersebut terdistribusi secara merata dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Khamim saat dihubungi KBA News, Senin, 2 Desember 2024.

Sebaliknya, menurut Khamim, bansos bertuliskan Bantuan Wapres Gibran sarat dengan muatan politis. “Sehingga, tidak terlalu salah jika banyak pihak kemudian mengaitkan hal ini dengan persiapan kontestasi Pilpres 2029,” ujarnya.

Sorotan terhadap Nuansa Politis

Khamim juga menyoroti bahwa perilaku politik Gibran cenderung berorientasi pada mobilitas vertikal. “Dalam arti mengejar jabatan-jabatan politik, yang—maaf—menghalalkan segala cara,” ungkapnya.

Hal ini, menurutnya, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip masyarakat demokratis. “Seharusnya ada fatsun politik yang baik, sehingga nilai-nilai etika dan moral tetap dijunjung lebih tinggi daripada aturan-aturan konstitusi.”

Ia menambahkan, “Secara legalitas formal, tidak ada salahnya jika seorang wakil presiden atau gubernur memberikan bantuan kepada masyarakat. Itu wajar, tetapi juga harus memperhatikan aspek etika dan kepantasan.”

Khamim juga mencatat bahwa masyarakat bisa dengan mudah membaca adanya nuansa politis dalam bantuan ini, yang bertujuan untuk menaikkan popularitas dan aksesibilitas politik. “Tentunya, hal ini menjadi catatan penting bagi kita semua.”

Unsur Pembodohan Masyarakat

Selain nuansa politis, Khamim menilai bahwa bansos bertuliskan Bantuan Wapres Gibran mengandung unsur pembodohan masyarakat. “Ya, unsur pembodohan terhadap masyarakat memang jelas ada. Mengingat mayoritas masyarakat kita relatif belum terpelajar, banyak dari mereka mengalami salah persepsi. Mereka mengira bansos itu adalah sumbangan dari pribadi Gibran, padahal itu berasal dari APBN,” jelasnya.

Hal serupa, katanya, juga terjadi di beberapa daerah yang menggunakan APBD untuk bantuan sosial. “Itu jelas-jelas kekayaan milik masyarakat atau uang rakyat,” tegasnya.

Khamim menekankan pentingnya edukasi masyarakat mengenai asal dana bansos. “Pemimpin formal yang mendistribusikan bantuan seharusnya juga mencerdaskan masyarakat dengan menjelaskan bahwa sumber dana tersebut berasal dari APBN atau APBD, bukan dari uang pribadi.”

Namun, ia menyayangkan banyak masyarakat yang masih keliru mengira bantuan tersebut berasal dari uang pribadi. “Tampaknya, model seperti ini akan terus dilanjutkan. Artinya, masyarakat yang salah persepsi akan tetap dipelihara,” ungkapnya.

Khamim menegaskan, tujuan pembangunan bangsa adalah mencerdaskan kehidupan masyarakat. “Ini menjadi tanggung jawab kita semua, yang harus segera ditingkatkan kualitasnya,” pungkasnya.

Sumber: kba

TUTUP
TUTUP