BeritakanID.com - Sebuah video viral beredar di media sosial saat aksi seorang turis Indonesia di Jepang yang terlihat merusak pohon sakura.
Pasalnya, turis yang terlihat bergerombol tersebut menggoyang-goyangkan pohon sakura yang sedang bermekaran.
Mirisnya, pertanda larangan sudah terpampang jelas untuk tidak menyentuh bunga sakura.
"Di Ueno park sebenernya ada papan petunjuk buat tidak menyentuh sakura yang cuma bertahan satu-dua minggu itu." cuit akun X atau Twitter @kevinpramudya_ dikutip oleh Kilat.com, Selasa 16 April 2024.
"Tapi pun tanpa papan itu, seharusnya butuh logika dasar aja buat ga ngerusak sakura demi konten yang ga seberapa. Kalau ga punya ilmu, minimal punya malu." lanjutnya sambil mengunggah ulang video viral tersebut serta larangan untuk menyentuh bunga sakura.
Dia juga menyebutkan konsekuensi hukum bagi pelanggaran semacam ini dengan potensi hukuman 3 tahun penjara atau denda 300.000 yen.
"Ngerusak sakura itu ada hukumnya dan dianggap ngerusak properti orang lain, hukumannya adalah 3 tahun penjara atau denda 300.000 yen." sambungnya.
Dalam video viral yang beredar, pria paruh baya yang mengenakan jaket coklat dengan tas punggung biru terlihat menggoyang-goyangkan ranting pohon sakura sehingga bunga-bunganya jatuh berguguran.
Sementara itu, seorang perempuan yang mengenakan jaket putih terlihat asyik merekam momen tersebut.
Kemudian, ranting pohon sakura yang digoyang tersebut pun patah dan jatuh ke tanah.
Padahal, bunga sakura yang telah mekar hanya bertahan selama kurang lebih 8-12 hari.
"Jatuh." celetuk seseorang yang menggunakan bahasa Indonesia.
Aksi turis asal Indonesia tersebut pun menuai reaksi geram netizen atas tindakannya yang merugikan.
"Pentingnya etika bertamu. Kalau ga tahu ya cari tahu dulu. Ini dikira pohon talok apa ya biar jatuh buahnya." komen @Fandom***.
"Harusnya bisa mikir sih, yang liat sakura sebanyak itu. Kalo semuanya pengen nyentuh atau metik, ya rusak dan habis. Gapunya otak." tulis @Linda***.
Peristiwa ini pun menggarisbawahi pentingnya kesadaran wisatawan tentang etika dan budaya lokal di negara yang mereka kunjungi. (*)
Sumber: kilat