GPKR: Semoga MK Membela Rakyat, Bukan Oligarki dan Dinasti

GPKR: Semoga MK Membela Rakyat, Bukan Oligarki dan Dinasti

BeritakanID.com - Penasihat Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) Yogyakarta Syukri Fadholi turut hadir bersama rombongan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat 19 April 2024.

Kedatangannya sebagai bagian memberikan dukungan secara moral kepada majelis hakim MK punya keberanian dalam memutus perkara sengketa Pilpres 2024 dengan hati nurani demi tegaknya demokrasi. “Semoga demokrasi tetap tegak berdiri, MK membela rakyat bukan oligarki dan politik dinasti keluarga,” katanya saat dihubungi KBA News, Sabtu, 20 April 2024.

Syukri mengatakan, saat ini rakyat menaruh harapan kepada MK sebagai benteng hukum dan demokrasi yang saat ini sedang melakukan peradilan perihal sengketa Pilpres. Dalam kondisi seperti ini maka hakim MK perlu di-back up secara moral agar hakim MK berpegang teguh kepada dua hal.

Pertama, kata dia, Indonesia adalah negara hukum, maka hukum harus ditegakkan demi keadilan untuk rakyat, bukan untuk kroni, kelompok, golongan, dan keluarga. Kedua, agar hakim MK berpegang teguh pada sumpah jabatan, di mana dalam sumpahnya menjunjung tinggi kenegarawanan.

Mantan Wakil Wali Kota Yogyakarta ini mengungkapkan, masa depan rakyat dan bangsa ibarat ditentukan pada putusan MK pada 22 April 2024. “Jika hakim MK menegakkan hukum dengan adil dan berpegang pada sumpah jabatan, Insyaallah hukum akan tegak dengan baik, begitu sebaliknya,” jelasnya.

Syukri mengatakan, ketika MK memenangkan nilai etika, moral, dan bangsa maka kemungkinan besar masa depan demokrasi bisa berjalan lebih bagus. “Artinya segala bentuk praktek politik oligarki, politik dinasti, Pemilu curang akan terhentikan dengan putusan MK yang jujur bersih,” katanya.

Namun, jika MK gagal untuk menegakkan hukum karena terpengaruh intervensi oligarki dan dinasti, maka negara semakin mengarah pada negara kekuasaan, bukan negara hukum. “Lalu menjadi preseden buruk ke depan. Dalam kegiatan pemilu yang akan datang, pihak tertentu akan menggunakan praktek serupa, menggunakan kekuasaan, jabatan dan intervensi kekuasaan untuk memenangkan pemilihan,” jelasnya.

Atas dasar itu, tidak berlebihan menganggap MK sebagai benteng terakhir hukum dan demokrasi. “Kita berharap Allah memberikan kekuatan kepada hakim MK untuk menegakkan etika, moral dan hukum sesuai dengan Mukadimah UUD 45 dan pasal 1 ayat 3 bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan,” tegasnya.

Sumber: kba

TUTUP
TUTUP