BeritakanID.com - Para aktivis demokrasi menilai pelaksanaan Pemilu 2024 merupakan pemilu terburuk. Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD pun sepakat dengan penilaian tersebut, seperti disampaikannya saat menjadi pembicara dalam program King Maker di AQL Islamic Center, Jalan Tebet Utara, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah (JATI) Ustadz Bachtiar Nasir yang memandu acara King Maker tersebut pun meminta pendapat Anies Baswedan soal penilaian para aktivis itu saat hadir sebagai pembicara dalam program yang sama pada Kamis malam kemarin.
Mendapat pertanyaan seperti itu, capres nomor urut 1 ini menjawab dengan bercanda dan diplomatis. “Saya baru ikut (pilpres) sekali (sebagai peserta),” jawab Anies yang disambut tawa ratusan jamaah yang menghadiri acara tersebut.
“Kalau yang sudah ikut berkali-kali, pasti tahu. Kalau saya baru ikut sekali. Katanya begitu (pelaksanaan pemilu 2024 terburuk, red),” sambungnya.
Setelah dikejar lebih lanjut oleh Ustadz Bachtiar Nasir, Anies pun memberikan komentarnya. Menariknya dia membandingkan, satu sisi pelaksanaan Pemilu 2024 disebut terburuk, tapi bagi pelaku pada Pemilu 2024 ini ini merupakan yang terbaik atau lebih rapi dalam menjalankan modusnya.
“Dan ini juga barang kali kenapa disebut terburuk. Terburuk itu kan dari kita yang menginginkan pemilu baik. Bagi yang melakukan pelanggaran, ini pelanggaran yang terbaik,” kata Anies yang lagi-lagi disambut tawa.
“Karena dari tahun ke tahun mereka meningkatkan keterampilannya dalam melakukan (pelanggaran) itu. Jadi mungkin kali ini yang paling sedikit jejak pelanggarannya. Kenapa? Karena pelaku-pelakunya sudah lebih terampil, belajar dari 5 tahun yang lalu, belajar dari 10 tahun yang lalu,” katanya menambahkan.
Menurutnya salah satu upaya untuk menghilangkan jejak tersebut dengan masifnya dugaan pelanggaran dan kecurangan itu dilakukan secara leluasa pada prapemilihan. Sehingga sulit untuk dibuktikan.
“Pantauan kami terutama (pelanggaran itu terjadi) pracoblosan, bukan di saat coblosan. Pracoblosan itulah terbanyak. Sehingga jejaknya lebih sedikit. Dan orang yang menyaksikan, sedikit yang mau bersaksi. Pasti sedikit. Kenapa? Ya ada tekanan, macam-macam,” beber capres yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar ini.
Karena itulah, bagi dia, perlunya hak angket DPR untuk mengungkap berbagai dugaan pelanggaran tersebut agar ada koreksi dan perbaikan sehingga tidak terulang pada gelaran pesta demokrasi berikutnya.
“Nah, jadi ketika kita mengatakan ini yang terburuk atau apa pakar-pakar mengatakan yang terburuk, maka mereka mengatakan dari sisi kebaikannya. Itulah sebabnya kenapa angket itu diperlukan. Karena dia (angket) harus mengkoreksi agar pelaku-pelaku manipulasi pemilu itu tidak lagi bekerja dengan leluasa,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun mengimbau kepada pelaku pelanggaran terutama masyarakat biasa yang menjadi operator di lapangan untuk tidak lagi mengulangi perbuatan culas tersebut. Karena itu juga akan merugikan diri sendiri.
Sebab, mengacu pada pelaksanaan pilkada yang diwarnai politik uang, pihak pemenang berupaya mengembalikan modal yang dikeluarkan lewat korupsi anggaran negara. Hal ini otomatis akan mengurangi anggaran untuk publik.
“Jadi sesungguhnya harus sadar bahwa ketika kita merusak proses pemilu, dampaknya itu ke keluarga sendiri loh. Hidupnya juga susah. Itulah sebabnya harus dibangun kesadaran. Jangan lakukan itu. Supaya pemilu kita nih sehat,” katanya menekankan.
Sementara kepada para kontestan pemilu, Anies berpesan agar berpolitik dengan jujur, tidak melakukan intervensi dan memberikan iming-iming agar tidak mengeluarkan biaya tinggi.
“Jadi kalau enggak mau tambahan biaya, yang netral saja, tidak ada ongkosnya. Tapi kalau melakukan intervensi, pasti ada ongkosnya. Kalau ada ongkosnya, apa konsekuensinya?” tanya Anies dengan nada retoris.
“Maka dia harus membayar balik (modal) dan itu cerita pilkada di mana-mana kenapa banyak yang terjebak dengan praktik-praktik korupsi. Karena ongkos mahal termasuk (karena) praktik-praktik seperti ini,” pungkasnya.
Sumber: kbanews