Benarkah Dirty Vote Melanggar Aturan Masa Tenang 2024 Gegara Mengulas Rekam Jejak Para Paslon, Simak Pasal Terbaru!

Benarkah Dirty Vote Melanggar Aturan Masa Tenang 2024 Gegara Mengulas Rekam Jejak Para Paslon, Simak Pasal Terbaru!

BeritakanID.com - Aksi film dokumenter berjudul 'Dirty Vote' diunggah di masa tenang Pemilu 2024 cukup menarik perhatian.

Perlu diketahui, film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.

Banyak yang bertanya kenapa film dokumenter Dirty Vote diunggah jelang Pemilu 2024 dan masa tenang.

Pasalnya, berdasarkan Pasal 56 Ayat (4) PKPU Nomor 15 Tahun 2023 ada sebuah aturan soal masa tenang dan media sosial.

"Selama Masa Tenang, media massa cetak, Media Daring, Media Sosial, dan Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan Kampanye Pemilu yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu," bunyi Pasal 56 Ayat (4) PKPU Nomor 15 Tahun 2023.

Namun, sutradara film dokumenter Dirty Vote akhirnya mengakui alasan dirinya membuat film tersebut.

Dandhy Dwi Laksono berharap agar film tersebut menjadi bahan edukasi bagi masyarakat jelang pemungutan suara.

"Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan 3 hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," kata Dandhy dalam keterangan pers.

Menurut Dandhy, ia sangat berharap agar semua elemen masyarakat diam sejenak untuk menonton film dokumenter itu secara terbuka.

Ia berharap masyarakat mengesampingkan dukungan politik kepada para calon presiden.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy.

Film dokumenter itu mengupas soal dugaan potensi kecurangan dalam proses Pemilu dan Pilpres 2024.

Seperti yang diketahui, film dokumenter itu diproduksi oleh WatchDoc di YouTube, 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB.

Selain itu, film dokumenter itu menampilkan 3 orang pakar hukum tata negara. Mereka adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. (*)

Sumber: kilat

TUTUP
TUTUP