BeritakanID.com - Kemunculan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024 ini dinilai telah mencoreng wajah Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Karena pencalonan Gibran ini tidak lepas dari andil bapaknya, Joko Widodo, yang masih menjabat presiden dan pamannya, Anwar Usman, yang berperan mengutak-atik UU di MK sehingga memuluskan langkah Gibran menjadi cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Terlebih pencalonan Gibran ini terus menuai sorotan dari media-media internasional. Setelah disorot koran New York Times lewat judul provokatif “For Indonesia’s President a Term Is Ending, but Dynasty Is Beginning” yang jika diterjemahkan menjadi “Bagi Presiden Indonesia, masa jabatan berakhir, tetapi dinasti dimulai” pada edisi 7 Januari 2024, sorotan juga datang dari media lainnya, Bloomberg.
Survei media ekonomi ternama asal Amerika Serikat pada awal bulan ini dan hasilnya dirilis pekan lalu dengan melibatkan 17 ekonom dan analis senior mengungkap bahwa pencalonan Gibran tidak lepas dari keinginan Jokowi untuk membangun dinasti politik.
“Jadi kehadiran Gibran dalam kancah politik khususnya di pilpres kali ini justru mencoreng perpolitikan di Indonesia. Bagaimana tidak, dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meloloskan Gibran telah menuai kontroversi,” jelas ekonom dari Universitas Yapis (Uniyap) Papua Dr. Abdul Rasyid, S.E., M.Si., CIAP., CPGAM., kepada KBA News, Senin, 29 Januari 2024.
Dia sepakat dengan pendapat 10 dari 17 ekonom dan analis senior yang menjadi responden Bloomberg bahwa dinasti politik yang dibangun Jokowi bukan pertanda baik bagi pasar dan perekonomian. Apalagi, Abdul Rasyid juga mempertanyakan program hilirisasi Jokowi yang terus digaungkan Gibran akan dilanjutkan.
“Konsep hilirisasi yang digaungkan untuk melanjutkan program Jokowi tidak ada apa-apanya dibanding konsep pembangunan yang pernah dilakukan pada Orde Baru yaitu Trilogi Pembangunan. Apalagi dibanding dengan konsep pembangunan yang sudah diimplementasi Anies Baswedan selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,” ucap doktor jebolan Universitas Hasanuddin, Makassar ini.
Sebab dia beralasan, hingga pemerintahan saat ini Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis belum mampu diwujudkan. Tetapi Anies mampu melakukannya bahkan melampaui meskipun masih dalam level wilayah provinsi.
“Fakta telah membuktikan bahwa sederet penghargaan yang diberikan berbagai lembaga dalam dan luar negeri merupakan indikator bagaimana Anies dengan konsepnya mampu mewujudkan mimpi besar masyarakat Jakarta,” ucapnya.
Makanya dia menepis kalau ada kelompok masyarakat yang meragukan kemampuan Anies memimpin negeri ini dan mengelola seluruh potensi sumber daya yang dimiliki oleh negeri ini untuk kebaikan dan kesejahteraan rakyat. Bahkan lewat kepemimpinannya nanti, dia yakin, Anies akan membawa Indonesia menjadi negara maju dan memiliki peran yang besar di pentas dunia.
“Dengan berbagai potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia, khususnya sumber daya alam, maka tidak sulit bagi Indonesia di bawah kepemimpinan Anies nantinya untuk menjadikan negara lain di bawah kendali (Indonesia),” tandasnya.
Karena itu, dia sepakat dengan temuan Bloomberg bahwa Anies paling tepat untuk memimpin Indonesia dibanding dua capres lainnya. Bahkan dia menegaskan negeri ini mengharapkan hadirnya sosok putra terbaik bangsa seperti Anies Rasyid Baswedan.
“Agar bisa mengelola semaksimal mungkin kekayaan sumber daya yang dimiliki Indonesia khususnya sumber daya alamnya untuk dipergunakan seluas luasnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, berdasarkan hasil survei Bloomberg, Anies mendapat nilai 33, Prabowo Subianto 29, dan Ganjar Pranowo 28 dari 17 ekonom dan analis senior yang menjadi responden.
Bukan hanya itu, survei yang dilakukan Bloomberg ini juga menyoroti pemilihan Gibran sebagai cawapres Prabowo. Pemilihan Gibran ini memicu tudingan membangun dinasti politik ala Jokowi. Bahkan dalam survei itu disebutkan, 10 dari 17 ekonom dan analis senior menyebut dinasti yang dibangun di bawah Jokowi bukan pertanda baik bagi pasar dan perekonomian.
Sumber: kbanews