BeritakanID.com - Pemerintah pusat (Pempus) menggunakan konsep serupa atau ‘air hujan masuk tanah’ di dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Pengamat politik dan pemerhati bangsa Tony Rosyid mengatakan, sayangnya program Anies Baswedan di Jakarta ini dihalangi oleh sebagian fraksi di DPRD ketika mau dilanjutkan di tahun 2022. Karena itu, program resapan air atau lebih dikenal dengan naturalisasi di DKI Jakarta ini tidak disetujui anggarannya, sehingga batal dilanjutkan.
Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta telah menolkan anggaran sumur resapan karena ingin melihat hasil evaluasi pembangunan sumur resapan terlebih dahulu. Padahal 26.000 titik sumur resapan yang telah dibangun telah efektif mengurangi banjir dan mempercepat genangan untuk surut.
"Belakangan, pemerintah pusat menerapkan program naturalisasi, meski dengan istilah atau terminologi yang berbeda, untuk mangatasi banjir di IKN Nusantara. Ini menunjukkan, bahwa pemerintah pusat sendiri mengakui bahwa program naturalisasi itu efektif untuk mengendalikan banjir," kata Tony di Jakarta, Minggu (6/3/2022).
Menurutnya, para pengkritik Anies terkait program sumur resapan di Jakarta belum muncul untuk melakukan kritik yang sama terhadap IKN.
Kata Tony, publik sedari awal sudah menyadari bahwa kritik kepada Anies seringkali bukan pada substansi program dan kinerja, tapi lebih karena adanya persaingan politik.
Hal ini tentu sangat disesalkan, karena kritik ini pada akhirnya patut dianggap sebagai upaya menjegal Anies dan membegal kepentingan rakyat, terutama warga DKI dalam mendapatkan pelayan prima dari Pemprov DKI.
"Mestinya, program naturalisasi di DKI Jakarta tidak dijegal, tapi didukung, yang sudah, biarlah berlalu. Ke depan, baik sekiranya jika program sumur resapan ini dianggarkan ulang melalui APBD-Perubahan 2022," ujarnya.
"Ini masih ada kesempatan untuk menganggarkan kembali dan merealisasikan program naturalisasi yang sekarang diadopsi oleh pemerintah pusat untuk mengendalikan banjir di IKN," lanjut Tony.
Baca Juga
Menurutnya, ada beberapa cara umum dalam mengatasi banjir yaitu normalisasi, yang dari akar kata ‘normal’. Artinya, air dari atas akan mengalir ke bawah dan air mengalir melalui sungai-sungai, dan biasanya menuju ke laut.
Di laut inilah air yang mengalir dari sungai-sungai tersebut ditampung, namun banyak sungai yang menyempit akibat berdirinya bangunan, termasuk rumah-rumah di pinggir sungai. Selain itu banyak juga sungai-sungai yang dangkal karena tumpukan sampah, lumpur dan tanah akibat longsor pinggir sungai.
Sedangkan pohon-pohon pinggir sungai banyak yang ditebang, sehingga tanah pinggiran sungai longsor dan membuat sungai-sungai tersebut semakin dangkal. Dua faktor ini menyebabkan sungai tidak lagi normal, dan agar normal kembali sungai-sungai itu harus dikeruk dan diperluas kembali.
"Inilah prinsip normalisasi, tapi sering orang lupa bahwa penebangan hutan yang berganti dengan bangunan di daerah hulu, dalam konteks Jakarta adalah wilayah Bogor dan Puncak, mengakibatkan debit air tidak banyak terserap dan tertampung akar pohon di hutan-hutan tersebut," jelas Tony.
"Akibatnya, debit air semakin banyak terutama jika daerah hulu hujan. Mestinya, normalisasi juga dilakukan di daerah-daerah hulu dengan program reboisasi. Perlu diperbanyak hutan lindung, tapi karena itu wilayah provinsi yang berbeda, tentu Anies tidak punya otoritas untuk melakukan reboisasi," tambahnya.
Seperti diketahui, meski menuai kontroversi di Jakarta, konsep ‘air hujan dialirkan masuk ke tanah’ ala Anies Baswedan justru akan diterapkan di Ibu Kota Negara (IKN) baru. Hal ini diketahui dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Dari UU itu diketahui bahwa IKN baru yang akan dibangun di Kalimantan Timur akan menerapkan konsep serupa dengan Jakarta. Air hujan akan dimaksimalkan untuk meresap ke dalam tanah sebanyak mungkin guna mencegah terjadinya banjir dan menjaga kelestarian air tanah di sana.
Sumber: harianterbit