BeritakanID.com - Pengamat dari Energy Watch, Mamit Setiawan menyatakan bahwa harga Pertamax Turbo cs yang turun di tengah rencana pemerintah menaikkan harga Pertalite dan Solar hanya kebetulan saja.
Dia menilai, saat ini kenaikan harga BBM bersubsidi hanya tinggal menunggu momentum yang pas. Apalagi, bantuan langsung tunai (BLT) untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM sudah diputuskan untuk digelontorkan pekan ini.
"Lagipula, tidak mungkin di hari yang sama BBM umum (nonsubsidi) turun, di sisi lain BBM subsidi naik. Jadinya, membingungkan masyarakat. Saya kira, sinyal sudah jelas sekali ya, tinggal tunggu waktunya saja," ujarnya seperti melansir cnnindonesia.com, Kamis 1 September 2022.
"Mungkin, sambil mempersiapkan revisi Perpres 191 Tahun 2014. Tinggal waktunya saja," tegas Mamit.
Pengamat lainnya dari IESR Fabby Tumiwa menduga kenaikan harga Pertalite dan Solar subsidi tertunda karena pemerintah mengambil langkah hati-hati.
"Sepertinya masih digodok kebijakan dan strategi menghadapi dampak dan koordinasi kesiapan mengatasi potensi dampak tersebut. Salah satu persiapannya adalah koordinasi degan pemda untuk memastikan distribusi barang, pengendalian harga, dan antisipasi dampak sosial," katanya.
"Mungkin juga, masih melihat kondisi politik. Kemarin kan sudah ada BLT Rp600 ribu untuk mengkompensasi kenaikan BBM. Sembari Perpres 191/2014 juga perlu direvisi. Kalau sudah rampung, mungkin minggu depan diumumkan," jelasnya.
Diketahui, setelah santer kabar kenaikan BBM bersubsidi akan diumumkan Rabu (31/8), warga mulai berbondong-bondong mengantre di SPBU. Mereka mengantre Pertalite sebelum harga dinaikkan oleh pemerintah.
Alih-alih naik, harga BBM untuk jenis Pertamax Turbo cs malah turun. Pertamax Turbo turun Rp2.000 per liter menjadi Rp15.900, sedangkan Dexlite turun Rp700 per liter menjadi Rp17.100, serta Pertamina Dex turun Rp1.500 per liter menjadi Rp17.400.
Sementara, Pertalite dibanderol Rp7.650 per liter dan solar subsidi dihargai Rp5.150 per liter. Harga kedua jenis BBM ini dijual lebih rendah dari harga keekonomiannya, sehingga mengakibatkan beban keuangan negara.
Akibatnya, subsidi energi membengkak dari tadinya Rp170 triliun menjadi lebih dari Rp502 triliun.
Subsidi itu masih akan membengkak nyaris Rp700 triliun karena lonjakan harga minyak mentah, termasuk penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Sumber: lawjustice