BeritakanID.com - Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi jawaban Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait foto dirinya saat usai memberikan keterangan di KPK yang disandingkan dengan berita “Korupsi Bukan Kejahatan Luar Biasa” di Harian Kompas halaman 2 edisi Kamis (8/9) yang viral.
Melalui beberapa akun resmi media sosialnya, Anies memberikan penjelasan terkait hal tersebut pada Jumat (9/9). Anies mengaku menerima banyak pesan menyusul viralnya foto itu, yang tidak ada hubungannya dengan topik berita yang ditulis sehingga menjadi aneh adanya.
Meski begitu Anies nampak menunjukkan jiwa besarnya untuk memilih tidak membawa masalah itu kepada Dewan Pers. Tetapi ia menegaskan, tetap perlu menyampaikan catatannya sehingga publik tercerahkan.
“Saya memilih mempercayai penjelasan pemimpin di Kompas dan, walau banyak yg menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi,” tulis Anies di salah satu akun medsosnya, Facebook @Anies Baswedan dikutip KBA News, Minggu, 11 September 2022.
Satu alinea di atas tulisan tersebut, Anies mengungkapkan bagaimana pada awalnya dahulu Kompas berdiri dan filosofi dari namanya yang sarat makna. Oleh karena itu, Anies pun menganggap Kompas kekinian perlu menjaga kandungan dari filosofi yang dimaksud.
“Dahulu, Kompas sebenarnya hendak diberi nama Bentara Rakyat. Namun Bung Karno memberi usul nama Kompas, karena kompas adalah penunjuk arah dan jalan,” tulis Anies.
“Kita berharap, filosofi nama Kompas ini terus dijaga. Apabila sebuah kompas berfungsi baik, maka kita lancar dan selamat mengarungi perjalanan. Apabila jarumnya terpengaruh oleh magnet (polar), maka ia tak lagi dapat menjadi penunjuk arah,” sambungnya.
Dua hal yang disampaikan Anies tersebut menarik perhatian Rocky Gerung untuk ditanggapi. Pada bagian Anies memilih membuat catatan untuk publik dan tidak memilih menyoalnya dengan membawa ke Dewan Pers, menurut Rocky, orang yang tengah digadang-gadang menjadi calon presiden itu memahami secara baik mengenai jurnalisme.
“Anies paham. Oke tidak akan lapor ke Dewan Pers, tetapi rakyat berhak tahu. Artinya, rakyat berhak tahu analisis saya (Anies) ngapain saya (Anies) di-bully,” kata Rocky saat berbincang dengan Hersubeno Arief dikanal YouTube @Rocky Gerung Official, Sabtu (10/9).
Pada bagian lainnya yang menarik, Hersubeno mengungkapkan cara panyampaian Anies yang dinilainya sangat halus. Sebagaimana diketahui Anies dibesarkan dalam kultur Jawa di Yogyakarta.
Hal yang sama melekat pada salah satu pendiri Kompas, Jakob Oetama yang dominan dengan kultur Jawanya yang halus. “Jadi Anies juga memilihnya sangat halus (dalam memberikan tanggapan),” kata Hersubeno.
Bagi Rocky, penyampaian Anies yang halus, itu poin bagus. Diucapkan Anies secara metafor bahwa kompas bisa tergangggu oleh deviasi (penyimpangan). Kalau medan magnet utamanya diganggu, maka akan memengaruhi arah kompas.
“Dan kita tahu sekarang, bahwa Kompas itu membuat dirinya mudah diganggu. Karena polar pertama dia adalah jurnalisme, artinya kritisisme itu yang diajarkan oleh Pak Jakob. Tapi kemudian tumbuh polar baru yaitu bisnis,” kata Rocky.
Ia menambahkan, dulu Kompas arahnya cuma satu menunjukkan arah. Utara ya utara, tapi sekarang kata Rocky, ke utara tapi ada polar yang bergerak-gerak di bawah itu bisnis.
“Jadi kalau bisnisnya terganggu jurnalismenya ikut terganggu. Poin itu betul kalau kita analisis lagi tanggapan dari Anies Baswedan,” imbuhnya.
Tapi menurut Rocky lebih lanjut, yang lebih penting adalah pada kalimat berikutnya di mana Anies Baswedan tidak ingin mempersoalkan itu. Anies membiarkan rakyat untuk menilai. Jadi sangat halus, dengan menggunakan filosofi Jawa.
Filosofi Jawa itu dalam filosofi Jepang, demikian kata Rocky, namanya swordless samurai. Seorang samurai petarung yang tidak perlu lagi bawa pedang.
Dikatakan Rocky, dalam demokrasi ada kultur yang tersembunyi yang seringkali harus bisa dibaca melalui semiotic conditions. “Jadi, pikiran itu punya suhu semiotik. Kejawaan itu juga suhu semiotik. Anies justru mengucapkan hal yang betul-betul tajam,” imbuhnya.
“Dan ketajaman itu yang justru harus kita ingatkan kepada Kompas bahwa Pak Jakob Oetama juga dengan semiotik yang sama menulis tajam di Tajuk Rencana,” sambung Rocky seraya mengatakan Tajuk Rencana yang tajam itu sama seperti Anies ‘mentajukkan’ Kompas.
Menurut Rocky, filosofi Jawa masih tetap ada dan menjadi kredo di Kompas. Tapi lanjutnya, filosofi bisnis lebih tinggi berkuasa di situ. “Filosofi bisnis selalu terkait dengan kekuasaan,” demikian Rocky.
Sumber: kba