BeritakanID.com - Pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai teriakan Anies Baswedan presiden di acara Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) DPC PPP se-DKI Jakarta pada Minggu (25/9) menggambarkan suasana kebatinan PPP yang sebetulnya untuk Anies Baswedan.
“Ini menurut saya tinggal menunggu waktu saja. Sudah ada tradisi di PPP untuk mendengarkan arus bawah,” kata pria yang akrab disapa Hensat pada bincang-bincang bersama CNN Indonesia yang dikutip KBA News, Selasa, 27 September 2022.
Dalam bincang-bincang bertajuk ‘Riuh Anies Presiden di Akar Rumput PPP’ yang tayang pada Senin malam (26/9) tersebut, Hensat menjelaskan mengapa rekomendasi DPC PPP se-DKI menjadi cocok dengan suasana kebatinan arus bawah untuk mendukung Anies sebagai bakal calon presiden (capres) di Pilpres 2024.
“Bila melihat calon-calon yang ada saat ini, konstituen PPP memang lebih dekat ke Anies Baswedan. Sebagai partai yang menaungi umat dengan ka’bah sebagai logonya itu, kecil kemungkinannya untuk mendukung calon presiden yang lainnya,” tandasnya.
Bagi Hensat hal-hal seperti itu biasa terjadi. Ia pun berkeyakinan elite PPP akan berkomunikasi juga dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) atau dengan koalisi-koalisi partai politik yang sudah lebih dulu mengajukan nama Anies Baswedan sebagai bakal capres.
Lebih lanjut dikatakan Hensat, ada kebutuhan PPP untuk lolos parlemen threshold (ambang batas parlemen) lagi. “Sebelumnya (perolehan suara PPP di Pemilu 2019) tipis sekali 4,5 persen saja, bahkan kalau dari sisi kursi tidak sampai 4 persen,” jelasnya.
Itu artinya, memang PPP dalam kondisi “SOS” untuk bisa mendapatkan suara yang memang banyak. Dan itu bisa terjadi, kata Hensat, apabila kebatinan kader-kader PPP, keinginan para suporter atau pendukung PPP disesuaikan oleh elite PPP dengan mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres.
“Jadi menurut saya tinggal tunggu waktu saja PPP mengikuti langkah NasDem untuk ‘pamit’ kepada Presiden Jokowi mendukung Anies Baswedan,” imbuhnya.
Menurut Hensat, saat ini sulit menjadi elite PPP karena di satu sisi sudah memahami bahwa kebatinan di akar rumputnya adalah ke Anies Baswedan, sementara ada komitmen-komitmen politik yang harus disesuaikan di KIB.
“Kalau kita lihat di KIB calonnya adalah Airlangga, gimana caranya akar rumput PPP yang 30 tahun lebih berkompetisi dengan Golkar harus memilih calon presiden yang dari Golkar?” tanya Hensat.
Berkaca pada apa-apa yang sudah terjadi sebelumnya yang dilakukan oleh PPP, sebut Hensat, ternyata tidak bisa mengangkat suara PPP karena memang tidak didasari dengan kebatinan akar rumput dalam pilihan presidennya.
“Dilihat tidak ada perkembangan atau elektabilitas yang signifikan, maka sudah saatnya berkonsolidasi secara aktif dengan para elite PPP untuk mendengarkan akar rumput PPP,” sarannya.
Kalau partai politik atau elite partai politik lebih mengedepankan panjang umur nasib partai politiknya, kata Hensat, pasti lebih akan mendengarkan kebatinan akar rumput dibandingkan konsolidasi tingkat elite bersama partai politik lain.
Hensat pun berspekulasi bahwa dalam waktui dekat ini langkah PPP juga akan pamitan seperti langkah NasDem pamitan kepada Jokowi untuk mendukung Anies Bawedan.
“PPP memang punya otoritas sendiri dan independen dalam menentukan calon presidennya tanpa harus cawe-cawe meminta dukungan dari kekuasaan, karena terbukti kekuasaan tidak membantu elektabilitas PPP. (Malah) turun terus,” imbuhnya.
Ia menegaskan, sudah saatnya kini PPP mulai mendengarkan suasana kebatinan dari akar rumputnya siapa yang nanti akan dicalonkan.
“Ada dua yang memang berpeluang untuk terus didorong akar rumput PPP. Pertama adalah Anies Baswedan dan kedua Khofifah Indar Parawansa,” tandasnya.
Dikatakan Hensat, akan ada dampak elektoral jika capres yang diusung PPP berbeda dengan keinginan akar rumput. Mungkin saja PPP tidak akan lolos parlemen threshold, dan itu menurut Hensat sangat sayang karena PPP adalah partai yang sudah sangat lama.
Tetapi Hensat meyakini, Jokowi nanti akan merestui apapun pilihannya PPP. “Jadi Jokowi kan ini citra saja, seolah-olah mengatur koalisi-koalisi partai politik untuk menentukan siapa calon presidennya,” imbuhnya seraya menegaskan citra tersebut sangat mungkin berubah menjadi lebih independen.
“Saya sih haqul yakin, agak nekat kalau PPP tidak mendengarkan suasana kebatinan dari pendukungnya. Masa menjadi partai politik di blantika perpolitikan Indonesia, memiliki logo yang sangat dekat dengan umat Islam kemudian harus tidak lolos threshold karena tidak mendengarkan akar rumput,” ujarnya.
Ia pun menegaskan, partai politik sangat ditopang oleh akar rumput bukan penguasa. “Maka prediksi saya sih sebentar lagi PPP akan ‘pamitan’ juga (ke Jokowi),” demikian Hensat.
Sumber: kba