BeritakanID.com - Meningkatnya utang Indonesia menjadi sorotan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah per akhir Juli 2022 mencapai Rp 7.163,12, meningkat dari sebelumnya 7.123,62 triliun.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui adanya lonjakan utang dalam dua tahun terakhir. Namun jika dihitung secara rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jumlahnya justru menurun.
"Rasio utang Indonesia tahun 2022, hingga Juli sudah menurun sangat tajam, sekarang di 37,9%. Tadi yang disampaikan ketua MPR masih di angka 40.73% yaitu posisi akhir 2021," terang Sri Mulyani merespon Bamsoet dalam konferensi pers RAPBN di Jakarta, dilansir Rabu (17/8/2022)
Dia menambahkan, APBN Indonesia sudah bekerja keras selama 2 tahun terakhir. Hasilnya Indonesia dapat memulihkan kondisi ekonomi tanpa mengorbankan banyak aspek.
"APBN kita yang sudah bekerja keras 2 tahun sekarang menuju soft lending tanpa mengorbankan pemulihan ekonomi," sambungnya.
Menurutnya hal ini sudah terafirmasi dengan rating agensi. Di seluruh dunia hanya 30 negara yang mendapatkan upgrade dari segi ratingnya. Sementara 161 negara mengalami downgrade akibat kondisi fiskal yang buru.
"Inilah artinya kita menggunakan fiskal tools secara hati-hati dan tepat, sehingga kita bisa memulihkan ekonomi namun tidak mengorbankan kesehatan APBN," tutur Sri Mulyani.
Ia turut menyinggung isu 66 negara yang mengalami krisis utang. Bahkan sebagian negara diprediksi mengalami default atau gagal bayar utang.
Selain berbicara utang, Sri Mulyani juga menyinggung potensi penerimaan perpajakan Indonesia tahun 2023. Ia menargetkan penerimaan perpajakan mencapai Rp 2.016,9 triliun atau naik 4,8%.
Jika terwujud, hal ini menjadi rekor bagi Indonesia yang mencatatkan penerimaan perpajakan di atas Rp 2 ribu triliun. "Perpajakan mencapai Rp 2.016. Ini pertama kali dalam history sejarah Indonesia menembus angka 2 ribu triliun," ungkapnya.
Tahun 2021 windfall dari komoditas mencapai Rp 117 triliun. Tahun 2022, jumlahnya semakin tinggi menjadi Rp 279 triliun karena terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) yang menghasilkan Rp 61 triliun.
Adapun penerimaan pajak diproyeksikan tumbuh 6,7% menjadi Rp 1.715 triliun. Hal ini mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan yang tidak berubah.
Sementara itu, penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp 301,8 triliun, atau turun 4,7%. Penurunan ini terutama untuk bea keluar yang lebih rendah sejalan dengan moderasi harga komoditas.
Target ini lebih rendah dari tahun 2022. Tahun ini komoditas menyumbang hampir Rp 50 triliun. Tahun depan komoditas diprediksi hanya memberi Rp 9 triliun.
Sumber: lawjustice