Ketum MUI Minta Pemerintah Akhiri Politik Polarisasi

Ketum MUI Minta Pemerintah Akhiri Politik Polarisasi

BeritakanID.com - Wakil Ketua Umum PP Persis, K.H Dr. Jeje Zaenudin mengatakan, salah satu pekerjaan rumah terbesar pemerintah saat ini adalah mempersatukan masyarakat. Menurut dia, sisa-sisa polarisasi politik 2019 masih terasa sampai saat ini.

“Jangan malah menimbulkan kesan sebaliknya, bahwa seakan-akan situasi keterbelahan ini sepertinya sengaja dirawat dan diawetkan demi kepentingan kekuasaan politik tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Ustaz Jeje dalam keterangannya, Selasa 12 Juli 2022.

Jeje mengingatkan para pemimpin pemerintahan agar meneladani Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Kedua kekasih Allah ini katanya memberikan pelajaran berharga tentang kerelaan untuk mengalahkan egoisme diri sendiri dan mengorbankannya demi meraih keridaan Allah.

“Jika para pemimpin negeri ini mengambil keteladanan kepemimpinan seperti nabi Ibrahim dan Ismail, kita yakin permasalahan bangsa seberat apapun akan teratasi,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni Budaya dan Peradaban Islam ini.

Jeje mengajak masyarakat muslim menjadikan momentum Idul Adha sebagai kesempatan untuk memperkuat ukhuwah dan solidaritas nasional. Itu termasuk saling menghormati dan dewasa dalam menyikapi perbedaan serta mampu menepis isu-isu provokatif yang dapat memecah belah ukhuwah.

“Sudah seharusnya bagi para pemimpin negeri dan pejabat negara membuktikan kesungguhan kerja mereka. Bahwa mereka harus jadi para negarawan yang seluruh kebijakan dan keputusan mereka untuk kepentingan umat dan bangsa, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu,” kata Jeje.

Sebelumnya, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai, politik polarisasi atau identitas memang sudah seharusnya diakhiri. Alasannya, politik semacam itu sangat berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Rrepublik Indonesia.

Jamil bilang politik polarisasi sebenarnya sangat mudah diakhiri. Karena politik tersebut bermula dari elite politik, maka kapan saja mereka dapat mengakhirinya. “Jadi, masalahnya ada di tingkat elite politik, bukan massa di akar rumput. Massa di akar rumput hanya mengikuti kehendak elite politik,” kata Jamiluddin Ritonga.
Salah satu cara bagi partai politik mengakhiri politik polarisasi adalah agar elite politik segera berikrar. Dia menginginkan agar para elite politik tidak lagi terlibat dalam politik identitas. “Ikrar tersebut sebaiknya dinyatakan para elite partai politik,” katanya.

Bagi yang melanggar ikrar kata Jamil sebaiknya diberi sanksi. Sanksinya, partai politik tersebut didiskualifikasi dalam Pemilu 2024.

Dengan adanya sanksi itu, diharapkan semua elit partai politik komit atas ikrarnya. Kalau ini dipatuhi, maka politik polarisasi atau identitas diharapkan dapat diminimalkan pada Pemilu 2024.

Isu politik identitas dimunculkan dalam silaturahim nasional Koalisi Indonesia Bersatu pada Sabtu 4 Juni silam. Koalisi yang beranggotakan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Kita sudahi politik identitas yang menimbulkan polarisasi yang tajam, yang dapat mengoyak tenun kebangsaan kita,” kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Segendang, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyinggung soal polarisasi di masyarakat, yang menurut dia salah satunya terjadi karena ajang pemilu presiden atau pilpres. Dia menyebut Pilpres 2004 diikuti oleh lima pasangan calon, lalu Pilpres 2009 oleh tiga pasangan calon. “Indonesia aman, tak ada soal,” kata dia.

Masalah polarisasi kata Zulkifli muncul di dua pilpres terakhir. Sebab, Pilpres 2014 dan 2019 hanya diikuti oleh dua pasangan calon saja.

Sumber: kbanews

TUTUP
TUTUP