Hasto Tak Mampu Mengaca Diri

Hasto Tak Mampu Mengaca Diri

Hasto Kristiyanto mengusik publik. Publik tak tinggal diam. Balik merespons dengan menertawakannya. Tak ada angin tak ada hujan, Hasto di depan juru warta mencoba mengusik kesadaran publik. Pertanyaan yang dilempar menyasar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Tanyanya, coba tunjukan tujuh prestasi Anies Baswedan. Sepertinya Hasto hilang kesadaran, dan tak tahu harus berbuat apa, melihat laju elektabilitas Anies Baswedan yang sulit dibendung. Itu meski Anies terus diserang para buzzer berbayar, dan hantaman politisi busuk. Bukannya Anies redup, justru malah makin bersinar.

Karenanya sekelas sekjen partai besar pun perlu turun kelas, berperan layaknya buzzer. Masa sih sekapasitas sekjen sebuah partai besar kok mutuh tanyanya demikian. Hasto memang menjabat sebagai Sekjen PDI Perjuangan.

Guna tanyanya itu apa sih, seperti kurang kerjaan saja, yang lalu jadi bahan olok-olok netizen. Komen netizen memang “jahat” tapi lucu-lucu. Seperti tak kehilangan kreativitas. Misal komen yang muncul, bahwa prestasi Pak Anies itu mencret-mencret saat dipanggil KPK. Itu sindiran keras pada Hasto. (Itu mengingatkan saat Hasto dipanggil KPK dalam kasus suap Harun Masiku, yang lalu lenyap entah ke mana. Saking stresnya ia sampai mencret-mencret). He-he-hee.

Tapi ada juga netizen yang membalik tanya pada Hasto, dan itu menyasar kader PDI-P lainnya. Tersenggollah Puan Maharani. Apa prestasi Puan Maharani sebagai Ketua DPR-RI? Dijawab netizen yang sama, prestasinya paling menonjol ya matiin mic saat sidang paripurna. Komen netizen lainnya, bahwa prestasinya yang dahsyat ia bisa anteng-anteng saja saat BBM naik berkali-kali, tidak perlu mesti nangis bombay segala. (Itu mengingatkan saat Puan “perlu” adegan sampai harus menangis segala, saat BBM naik di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono).

Banyak sekali komen yang muncul, yang pastinya punya bobot nilai lebih cerdas dari pertanyaan yang ngasal dari Hasto itu. Mengapa Hasto mesti mengusik Anies dengan mempertanyakan prestasinya segala. Jika Anies tidak berprestasi, menurut Hasto, mengapa mesti ia sibuk diri mengusiknya. Pastilah Hasto tengah risau dan mesti kehilangan kesadaran.

Hasto membanding-bandingkan Anies dengan gubernur Jakarta sebelumnya, yang diusung PDI-P, itu pastilah subyektif. Apalagi Hasto tidak mampu menunjukkan prestasi apa yang dibuat Joko Widodo atau Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat memimpin Jakarta. Apa membuat istana dan Bundaran HI terendam banjir (2015), itu bisa disebut Hasto sebagai prestasi pendahulu Anies. Atau mungkin penistaan agama yang dilakukan Ahok, itu bisa pula disebut sebagai prestasi.

Sebelum bertanya mestinya Hasto mampu menyebutkan apa prestasi kepala daerah kader PDI-P, misal Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Atau menunjukkan kementerian mana yang dijabat kader PDI-P, yang bisa disebut cemerlang. Hasto mestinya mampu menunjukkan prestasi para kader PDI-P itu.
Mempertanyakan prestasi Anies Baswedan, itu seperti seseorang tak sempat mengaca diri. Sibuk melihat pihak lain buruk, sehingga tak mampu menilai diri sendiri maupun kelompoknya. Mampu mengaca diri pastilah bukan perkara mudah bagi pribadi orang semacamnya.

Anies seperti biasanya tak terbiasa gusar dengan celotehan Hasto itu. Anies membiarkan saja. Hal yang memang tidak perlu direspons. Tapi netizen yang punya cermin diri bersih membelanya. Dan masih banyak komen netizen lainnya yang menggelitik, dan mampu buat yang membaca senyum simpul.

Pegiat sosial Helmi Felis, menyodorkan bukti 21 penghargaan yang diperolah Anies Baswedan dan Pemprov DKI, termasuk penghargaan bergengsi internasional. Itu baru 21 penghargaan yang bisa disebutnya. Tapi bisa jadi berpuluh lainnya yang tak sempat diingatnya.

Berbagai penghargaan dalam negeri maupun internasional yang didapat Anies dan Pemprov DKI, seolah sudah tidak jadi berita yang perlu diangkat jadi berita, itu saking seringnya penghargaan didapat. Menjadi aneh jika sekelas Hasto tak mampu melihat prestasi Anies Baswedan, lalu mencoba mengusik publik dengan pertanyaan khas buzzer, yang memang tak dibekali nalar sempurna.

Hasto tak mampu mengaca diri. Tak mampu melihat diri sendiri dan kelompoknya. Bahkan menjadi tidak perlu buatnya untuk mengaca diri. Padahal jika mau, pastilah tak perlu keluar tanya nyinyir pada prestasi orang lain. Hasto seperti menepuk air di dulang keciprat muka sendiri. Malu atuh.

Hasto Tak Mampu Mengaca Diri

Ady Amar, Kolumnis

TUTUP
TUTUP